Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 23 Juli 2009

Tk untuk Tk

Dimanakah kearifan kata yang dulu pernah mentahtakan pola pikir
sehingga sekecil debu tak malu belajar tuk terlihat
tetapi kini kemoralan yang sejenak terangkat, justru bertepi di dataran hampa
“aku telah jadi batu, kenapa kau ajarkan aku cara debu”
kalau memang aku tak pantas jadi marmer tuk singgasana istana, kenapa kau impikan aku
jadi pasirnya
kukira kau arsitek pintar dengan rumus idealismu, tak nyambung hingga menjadi semboyan
haaaaaaah….
apalah arti dari jajakan mulutmu yang telah menelan ludah berpasir emas
yang penting tulangku kembali berdaging
terserah rusuk yang telah ku beri mau jadi apa
atau kau tak tahu, atau pura-pura untuk tahu
seperti apakah malu untuk orang yang dipandang mendidik, kalau memang harus terbayar lembu, kenapa meminta keledai…
pembodohan sepertinya menjadi harga mahal untuk dibeli…
haaa…jeniusan cara anak tk rela menghilangkan bodoh demi tak tercium
sapu lidi
lalu dimanakah aku kan bermain dengan waktu
di Taman Kanak-kanakkah (TK) atau taman kemahasiswaan, itu (TK) juga…
sayang sudah tak ada lagi tempat tuk orang pintar…

Bidadari

Menangislah Bidadariku
cacatmu ini biarkanlah, lembah disana masih subur
eloknya mentari kan bermanja di balik bukit
biarkanlah pendosa itu menikmati jarum jarum lidah
lafadznya tak akan sampai ke penghuni sorga
tercatat di berita tuhan

Biarkan selendangmu bersemayam di lumbung padi
ada hati menganga minta kau rajut
karena tangismu yang tertahan sangat memilu
sesadar apa tanaman padi di cumbu hama

Bidadariku lupakanlah selendang lusuh itu
terbanglah bersama garuda sampaikanlah ke singgasana angkasa
tentang daratan negri yang menyusut
bukan tergenang lautan ataupun apa
melainkan anak – anakmu sedang belajar menjadi tuhan
menyulap isi menjadi kosong
kosong terbiarkan tak terisi
berolah ria sampai keringat bacin
dan lembah disana perlahan kan sama
jika kau tak singgahkan garudamu
di tanah seribu tuan…

Sesal

Tak ada kata-kata lagi tuk mengkayakan hati ini
Sudahlah dan sudahlah selalu itu di ucapkan
Seakan sudah membiasa di lidahmu
Salahkah aku wahai rusukku
Aku tak banyak meminta
Kenapa aku ingin mempertahankan semua
Karena yang ada padamu adalah rasa belum kurajut
aku hanya pecinta senyata
tak ada akhir untuk kata
hanya tuhan bisa berkata segalanya

sesal,
bagai hitam tak mau memutih
kisah ini sudah kubakar dalam otakku
tak tersiasa lagi lembaran halaman di hatiku
kalau hanya untuk kau coret lalu kau cabik
berakhir di kubangan sampah hatimu
aku tak mau, biarlah kisah ini kan membuku
untuk nanti kau baca diatas kesesalanmu
itu pasti.